BELAJAR DARI
BURUNG DAN CACING
Bila kita sedang mengalami
kesulitan hidup karena himpitan kebutuhan materi, maka cobalah kita ingat pada
burung dan cacing.
Kita lihat burung tiap pagi
keluar dari sarangnya untuk mencari makan. Tidak terbayang sebelumnya kemana
dan dimana ia harus mencari makanan yang diperlukan. Karena itu kadangkala sore
hari ia pulang dengan perut kenyang dan bisa membawa makanan buat keluarganya,
tapi
kadang makanan itu Cuma cukup buat keluarganya, sementara ia harus puasa. Bahkan seringkali ia pulang tanpa membawa apa-apa buat keluarganya sehingga ia dan keluarganya harus berpuasa.
kadang makanan itu Cuma cukup buat keluarganya, sementara ia harus puasa. Bahkan seringkali ia pulang tanpa membawa apa-apa buat keluarganya sehingga ia dan keluarganya harus berpuasa.
Meskipun burung lebih
sering mengalami kekurangan makanan karena tidak punya ?kantor? yang tetap,
apalagi setelah lahannya banyak yang diserobot manusia, namun yang jelas kita
tidak pernah melihat ada burung yang berusaha untuk bunuh diri. Kita tidak
pernah melihat ada burung yang tiba-tiba menukik membenturkan kepalanya ke batu
cadas. Kita tidak pernah melihat ada burung yang tiba-tiba menenggelamkan diri
ke sungai. Kita tidak pernah melihat ada burung yang memilih meminum racun
untuk mengakhiri penderitaannya. Kita lihat burung tetap optimis akan rizki
yang dijanjikan Allah. Kita lihat, walaupun kelaparan, tiap pagi ia tetap
berkicau dengan merdunya.
Tampaknya burung menyadari
benar bahwa demikianlah hidup, suatu waktu berada diatas dan dilain waktu
terhempas ke bawah. Suatu waktu kelebihan dan di lain waktu kekurangan. Suatu
waktu kekenyangan dan dilain waktu kelaparan.
Sekarang marilah kita lihat hewan yang lebih lemah dari burung, yaitu
cacing. Kalau kita perhatikan, binatang ini seolah-olah tidak mempunyai sarana
yang layak untuk survive atau bertahan hidup. Ia tidak mempunyai kaki, tangan,
tanduk atau bahkan mungkin ia juga tidak mempunyai mata dan telinga.
Tetapi ia adalah makhluk
hidup juga dan, sama dengan makhluk hidup lainnya, ia mempunyai perut yang
apabila tidak diisi maka ia akan mati. Tapi kita lihat , dengan segala keterbatasannya,
cacing tidak pernah putus asa dan frustasi untuk mencari rizki . Tidak pernah
kita menyaksikan cacing yang membentur-benturkan kepalanya ke batu.
Sekarang kita lihat
manusia. Kalau kita bandingkan dengan burung atau cacing, maka sarana yang dimiliki
manusia untuk mencari nafkah jauh lebih canggih. Tetapi kenapa manusia yang
dibekali banyak kelebihan ini seringkali kalah dari burung atau cacing ?
Mengapa manusia banyak yang putus asa lalu bunuh diri menghadapi kesulitan yang
dihadapi? padahal rasa-rasanya belum
pernah kita lihat cacing yang berusaha bunuh diri karena putus asa.
Rupa-rupanya kita perlu banyak belajar dari burung dan cacing.
0 comments:
Posting Komentar